Rumah Kontrakan Ardi (7) – Mengerjai Suami Demi Selingkuh

Esoknya aku bangun kesiangan, mungkin karena terlalu lelah melayani Ece semalam. Dengan tubuh gontai aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, kunyalakan komputer untuk melihat targetku, yaitu Mitha. Di layar monitor, kulihat Mitha sedang bersiap-siap hendak pergi. Wah, rencanaku untuk mendekatinya batal hari ini, tapi tak ada salahnya aku mencoba untuk menggodanya.

Aku segera beranjak menuju luar rumah, dan saat kubuka pintu, tepat saat Mitha sedang berjalan di depan rumahku. Akupun lekas menegurnya, “Wah, neng cantik mau kemana pagi-pagi gini?” candaku.

“Eh, mas Ardi. Ini, aku mau ke kampus, lagi ada ujian.” jawabnya.

“Buru-buru ya? Mau Mas antar? Mas juga mau keluar nih,” ajakku.

“Makasih deh, Mas, aku dijemput sama temanku. Tuh, dia sudah nunggu.” katanya sambil menunjuk ke ujung gang. Aku melihat disana sudah menunggu seorang laki-laki muda sedang bersandar di motornya, lumayan ganteng juga.

“Oh gitu, maaf ya. Neng Mitha dijemput sama pacarnya ya?” tanyaku menyelidik.

“Ehhm, ssstt… dia belum jadi pacarku, Mas. Dia lagi PDKT sama aku, gitu.” jawabnya dengan raut muka memerah dan suara dikecilkan.

“Oh, gituuu… hati-hati loh kalau lagi PDKT, biasanya tanduknya bisa keluar. Nanti bisa diseruduk loh, hehe.” jawabku menggodanya.

“Emangnya dia punya tanduk, Mas? Kayak banteng aja.” jawab Mitha polos.

“Percaya deh sama aku, nggak lama juga kamu bisa ngeliat tanduknya dia, hehe.” jawabku sengit, karena kulihat Mitha pagi ini cantik dan sexy sekali. Dia mengenakan T-shirt putih yang pas di tubuhnya, bahkan kelihatan press body sekali, sehingga kemontokan tubuhnya sangat terlihat jelas. Belum lagi dia menggunakan bra hitam yang kelihatan tercetak di T-shirt putihnya. Pikirku, pasti teman cowoknya nggak akan tahan tuh.

“Ah, aku nggak ngerti mas ngomong apa. Dah ah, aku mau pergi dulu, nanti telat.” jawabnya berlalu sambil tersenyum kepadaku.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (6) – Mengoda Ece Lagi…

Ceritaku sebelumnya adalah saat aku jalan-jalan ke puncak bersama dengan Siska dan menemukan hal-hal yang tidak kami duga sebelumnya; yaitu melihat mas Anton dan bosnya sedang bersenang-senang dengan sekretarisnya.

Sepulang dari puncak, kami pun berpisah untuk beristirahat di rumah kami masing-masing. Minggu malam, suami Siska sudah kembali juga dari perjalanan ke puncak dan aku menyaksikan pasangan tersebut bertengkar. Kulihat Siska mencari-cari persoalan sampai akhirnya suaminya tertidur kelelahan tanpa memperdulikan Siska yang masih emosi, rupanya dia belum bisa menerima apa yang dilihatnya di puncak.

”Suamimu pasti juga akan berlaku sama denganmu, Sis, kalau melihat kau kusetubuhi, bahkan sampai berulang kali, hehehe…” pikirku.

Malam ini pikiran nakalku sedang berputar, aku teringat akan Mitha, adiknya Ece Geulis. Oh iya, kangen juga aku sama nih cewek, sepertinya sih nih cewek masih lugu banget. Aku ingat waktu dia nggak sengaja melihat torpedoku, wajahnya langsung memerah seperti kepiting rebus.

“Belum kau merasakan kalau torpedoku masuk ke dalam liang nikmatmu, Mith, wajahmu pasti lebih merah!”.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (5) – Perselingkuhan di Puncak

Esoknya hari jumat, aku kembali bekerja. Sebelumnya di pagi itu kami mandi bersama dan masih sempat melakukan hubungan badan, dan sesudah melakukan hubungan, Siska menyediakan buatku sarapan pagi serta dua butir telur ayam kampung setengah matang. Katanya agar staminaku tetap terjaga. Pokoknya pagi itu aku merasa bahagia sekali sebab Siska memperlakukanku layaknya suaminya sendiri.

“Ok, aku kerja dulu ya, Say,” kataku.

“Iya, Ar. Hati-hati di jalan… oh iya, nanti sore kita jadi pergi kan?” tanya Siska.

“Ok… pasti jadi donk, kamu siapin aja baju dan juga pakaian renang yang sexy ya, hehe.” pintaku.

“Siip lah, kamu jangan sore-sore pulangnya ya… oh iya, nanti kita ketemuan dimana?” tanya Siska.

“Nanti kamu tunggu aku di mall saja jam 17.30, jangan lupa bawa jacket ya, helmnya nanti aku siapin, ok? See u, honey.” jawabku.

“Oke, see u…” balas Siska sembari mencium bibirku.

Sorenya aku langsung bergegas pulang dan langsung menjemput Siska di salah satu mall. Dia cantik sekali sore itu, wajahnya kelihatan gembira saat melihat aku datang. Saat itu dia menggunakan jeans belel ketat dan tang top warna abu-abu. Tubuhnya yang proporsional dan dadanya yang besar kelihatan sangat membusung, membuat semua lelaki di mall tersebut memperhatikannya. Kamipun segera berangkat dan Siskapun memelukku dengan erat saat kubonceng.

Di perjalanan kami habiskan dengan bercanda dan tertawa, ternyata aku telah berhasil untuk membuat dia lupa akan kesedihannya.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (4) – Perselingkuhan Suami dan Istri

Besok paginya, aku bangun dengan tubuh yang segar. Ah, aku mau cuci motorku, pikirku. Dan aku ada ide nakal; aku akan bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana pendek ketat yang biasa dipakai untuk balap sepeda, pasti kontolku akan tercetak dengan jelas. Hahaha… Pasti dua perempuan itu akan ngiler bila melihatku.

Segera kulakukan aksiku. Sebelum keluar, aku melakukan push up dan angkat beban sebentar biar keringat dan ototku yang kencang terlihat menonjol. Memang aku sangat menyukai dan biasanya sering melakukan olahraga balap sepeda dan angkat beban, sehingga otot pahaku menonjol dan tubuhku terbentuk sempurna. Setelah kurasakan otot tubuhku mengencang dan keringatku mengucur deras membasahi tubuh, segera kukeluarkan sepeda motorku dan kuparkir di halaman depan rumahku.

Kulihat sekeliling, ternyata masih sepi. Saat itu masih jam 7.30 pagi, akupun mulai mencuci motorku. Oleh karena siraman dari selang tidak terarah dengan tepat, maka tubuh dan celana pendekku basah tersiram. Sial, pikirku. Tapi kupikir-pikir justru dengan begitu kontolku jadi semakin terlihat tercetak pada celana pendekku. Kondisi tidur saja kontolku mempunyai panjang 10 cm, nah bisa kebayang kan kalau kontol dengan ukuran segitu terjepit celana pendek yang tipis dan ketat, hehe.

Aku terus mencuci. Ternyata tanpa sepengetahuanku, ada sepasang mata yang mengawasiku, dan itu bukan Siska ataupun Ece Geulis. Tak lama muncullah seorang wanita cantik keluar dari rumah kontrakan sebelah rumah Ece Geulis dan berjalan hendak keluar dari gang kontrakan yang pastinya melewatiku. Kira-kira jarak lima meter, aku pura-pura berdiri dengan tegak, sengaja ingin memamerkan tubuh dan batangku yang menonjol.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (3) – Menutupi Selingkuh Dengan Masturbasi

Jam sembilan malam, kembali aku menyusun siasat. Segera aku naik ke atas bubungan atap rumahku untuk melihat gerak-gerik Siska dan Ece Geulis.

Tepat di atas atap rumah Siska, kuperhatikan pasangan pengantin yang baru berusia tiga minggu itu sedang bercumbu dengan mesranya. Tapi lagi-lagi kulihat Pak Anton tak sanggup untuk melayani hasrat istrinya, ia cepat sekali orgasme. Dengan wajah kecewa, Siska terbaring telanjang di samping suaminya.

“Maaf ya, Sis. Aku capek banget hari ini, mana besok aku harus pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Kantorku sedang diaudit kantor pajak, jadi bosku mau aku mengurus hal ini dengan sebaik-baiknya.” kata Anton.

“Iya, nggak apa-apa.” jawab Siska memaklumi. “Oh iya, Mas, ngomong-ngomong si Ardi kapan dipanggil ke kantor kamu?” tanyanya.

“Tadi siang sih CV dia sudah aku serahkan ke bos, mungkin minggu depan dia dipanggil sama bos. Memangnya kenapa, Sis?” tanya Anton.

“Nggak apa-apa, siap-siap aja kalau ditanya sama dia.” jawab Siska.

Di atas atap, aku tertawa geli. Sepertinya Siska kebingungan karena aku tidak jawab sms darinya, mungkin dia pikir tadi siang aku sudah mulai kerja. Hehe, kangen nih ye sama kontolku. Ternyata rencanaku untuk membuat dia penasaran berhasil hari ini.

Akupun beranjak menuju atas rumah Ece Geulis, dan disitu kuperhatikan Ece Geulis sedang tertidur pulas dengan hanya menggunakan kaos dalaman yang tipis dan berenda pada bagian dadanya. Kulihat dia hanya menggunakan CD saja, tapi tidak mengenakan bra, sexy sekali dia. Di sampingnya, anaknya juga sedang tertidur pulas. Malam ini suaminya tidak pulang.

Akupun turun dari atas atap rumah dan segera tidur.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (2) – Ece Geulis, Tetangga Cantik

Paginya aku bangun kesiangan, untungnya aku belum mulai masuk kerja, masih menunggu panggilan dari perusahaan pak Anton. Kubuka jendela rumahku untuk melihat situasi sekeliling, sepi sungguh sepi. Kubuka pintu rumahku, pikirku biar udara segar masuk ke dalam rumahku dan aku beranjak menuju kamar mandi. Kubuka seluruh bajuku dan kusiram tubuhku dengan air dingin, uuh segarnya.

Saat aku mulai menyabuni tubuhku, terdengar suara perempuan memanggilku. Samar-samar kuperhatikan suara tersebut, kupikir suara Siska, tapi bukan. Akupun membilas sabun yang melekat di tubuhku dan bergegas mengambil handuk dan kulilitkan sekenanya di tubuhku dan segera keluar kamar mandi. Tapi aku sungguh terkejut saat aku mau keluar dengan terburu, aku menubruk seseorang di depan pintu kamar mandiku. Aku pun terjatuh menimpa orang itu.

Setelah kagetku hilang, ternyata orang itu adalah perempuan yang sangat kukenal. Ece Geulis tertindih olehku, dan yang lebih membuatku syok adalah, wajahku terbenam diantara kedua buah dadanya yang saat itu hanya memakai tank top tali yang sexy. Akupun berusaha bangkit berdiri dan membantu dia berdiri juga.

“Maaf ya, Ece, saya tidak lihat Ece di depan pintu,” pintaku.

“Iya, mas Ardi. Saya yang mestinya minta maaf karena masuk-masuk sampai kesini. Habisnya saya panggil-panggil kok gak ada sahutan, tapi pintu rumah kamu terbuka, jadi Ece masuk saja.” jawab Ece sambil tersipu.

Wuih, cantiknya Ece Geulis ini. Lama kupandangi wajah dan tubuhnya, tak terasa penisku menegang karena teringat tadi saat wajahku terbenam di dadanya. Aku pun tak menyadari kalau aku hanya pakai handuk, handuk yang kupakai tidak dapat menutupi penisku yang saat itu sedang tegang. Ece Geulis melirik penisku yang menjulang seakan ingin menembus keluar dari handukku. Wajahnya bersemu merah.

“Kenapa, Ece, koK muka Ece jadi merah gitu?” tanyaku masih belum menyadari.

Matanya memberi isyarat kepadaku untuk melihat selangkanganku, dan akupun terkaget. Saking groginya aku berusaha menutupi, tapi sialnya, mungkin karena tadi aku sempat terjatuh, maka ikatan pada handukku kendor dan saat aku berusaha menutupi burung, eh malah handuknya terlepas. Ups! terbukalah handukku dan terlihatlah penisku yang tegak seperti monas.

Baca lebih lanjut

Rumah Kontrakan Ardi (1) – Siska, Istri Tetanggaku

Sebut saja namaku Ardi, usiaku saat ini menginjak 25 tahun dan baru saja menyelesaikan study ilmu computer di salah satu universitas di Jakarta. Baru-baru ini aku pindah dari kost-kostan ke salah satu kontrakan di daerah yang lumayan padat penduduknya, tapi melihat dari orang-orang yang menetap disana sepertinya orang-orang dari kelas menengah.

Kontrakan yang aku tempati terdiri dari 20 rumah yang berbaris sebelah menyebelah, kebetulan aku menempati posisi paling tengah. Saat pindahan aku mengetahui kalau keluarga di samping kanan kontrakanku adalah pasangan suami istri keturunan Chinese yang baru menikah kurang lebih dua minggu dan juga baru pindah ke kontrakan tersebut. Sang suami bernama Anton, mempunyai perawakan tinggi dan wajah yang lumayan tampan, usianya 29 tahun dan dia bekerja sebagai seorang accounting di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta. Sedangkan istrinya bernama Siska, tidak bekerja, usianya sekitar 25 tahun, penampilannya sungguh-sungguh sepadan karena mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang proporsional dengan tinggi sekitar 165 cm, kulitnya putih dengan bulu-bulu hitam halus di lengannya, dia juga mempunyai pinggang yang langsing tapi bokongnya bulat dan menonjol. Namun yang membuatku sangat kagum adalah ukuran buah dadanya yang lumayan besar dan membusung, seakan menantang untuk dipegang, kutaksir ukurannya saat itu sekitar 36.

Kalau tetanggaku yang sebelah kiri adalah pasangan suami istri keturunan sunda yang telah menikah kurang lebih tiga tahun dan sudah dikarunia seorang putra berusia 2,5 tahun. Yang laki-laki bernama Mang Ujang, berusia sekitar 35 tahun dan bekerja sebagai seorang security di sebuah Bank, sedangkan istrinya bernama Ece Geulis, berusia sekitar 30 tahun dan kesehariannya juga mengurus rumah dan anaknya. Ece Geulis inipun tidak kalah cantik, dia mempunyai kulit halus kuning langsat, walaupun sudah pernah melahirkan tapi bentuk tubuhnya sungguh dapat menggiurkan setiap lelaki yang melihatnya, tingginya pun sekitar 165 cm. Untuk tubuh aku pikir antara Siska dan Ece Geulis kurang lebih mempunyai nilai yang sama.

Baca lebih lanjut

Sengsara Membawa Nikmat (1) – Bisikan Gaib

Perkenalkan namaku Anna, usiaku kini 24 tahun. Aku dan suamiku Hendra tinggal di sebuah perumahan elit di kawasan Jakarta. Kami adalah pasangan pengantin baru. Menurut teman-temanku, kami adalah pasangan yang serasi. Suamiku adalah laki laki yang sangat tampan, ia seorang keturunan Tionghoa, sedangkan aku sendiri memiliki wajah yang sangat menarik, darah Indonesia – Pakistan yang mengalir dalam diriku membuatku cantik seperti para wanita timur tengah dengan bulu mata lentik, rambut hitam panjang terurai, dan kulit yang putih bersih.
Namun siapa sangka bahwa kehidupan rumah tanggaku bersama Hendra terasa hampa karena sejak kami menikah tiga bulan yang lalu, aku belum pernah disetubuhi olehnya. Sampai sekarang aku masih perawan karena Hendra mengalami disfungsi alat vital, itu semua disebabkan karena kecelakaan hebat yang terjadi beberapa tahun yang lalu sebelum aku bertemu dengannya. Tapi ini baru kuketahui setelah kami menikah, saat malam pertama.

Seperti layaknya para pengantin baru pada malam pertama, kami memadu kasih. Namun saat akan melakukan hubungan intim, batang penis Hendra tidak bisa ereksi. Alangkah kecewanya aku pada saat itu, saat yang aku tunggu-tunggu sekian lama kandas, dan Hendra sengaja merahasiakannya padaku. Hendra beralasan karena Ia teramat cinta dan sayang kepadaku, dan ia tak ingin kehilangan aku.
Sudah berbagai cara kami lakukan untuk mengobati penyakitnya itu, termasuk konsultasi ke dokter, akan tetapi sampai sekarang tidak menunjukkan hasil seperti yang kami harapkan. Menurut keterangan dokter, ada syaraf yang putus dalam alat vital Hendra, dan sangat mustahil bisa kembali utuh. Mungkin hanya keajaiban saja yang bisa membuat suamiku mejadi pulih normal kembali.
Walaupun begitu, Hendra sangat perhatian kepadaku. Lambat laun perasaan kecewaku berangsur hilang mengingat betapa sayang dan cintanya Hendra kepadaku yang begitu besar sampai-sampai apapun yang aku mau selalu dituruti olehnya. Itulah yang membuatku tidak bisa meninggalkan Hendra. Sekarang aku hanya bisa pasrah dan mencari kesibukan untuk mengusir rasa jenuh dengan membuka usaha butik, Hendra sangat mendukung apa yang aku lakukan.
Secara fisik aku adalah wanita yang banyak didambakan oleh kaum pria; dengan wajah yang sangat cantik dan tinggi badan 174 cm, ukuran payudara 34D, dan kedua bongkahan pantat yang semok membulat besar, membuat banyak pria yang melihatku selalu meneteskan liurnya karena pesona kecantikan dan kemolekan tubuhku.

Baca lebih lanjut

Lily Panther (4) – Ada Apa Dengan Cinta

“Ly, sudah lebih setengah bulan kamu disini, untunglah banyak tamu yang terkesan akan penampilan dan servis kamu, dan banyak yang kembali menjadi langganan tetapmu” kata Om Lok memulai pembicaraan, tidak bisaanya Om Lok mengajakku ngobrol seperti ini, pasti ada yang perlu dibicarakan serius. Bisanya tiap minggu dia memberiku uang hasil kerjaku selama seminggu atau bukti transfer ke rekeningku langsung dia pulang, tapi kali ini lain.

“Emangnya ada apa Om” kataku to the point karena penasaran

“Ly, mau nggak mencoba yang lain?” tanyanya menjawab rasa penasaranku.

“Maksudnya?” aku tambah nggak ngerti.

“Maksud Om, begini.. mau nggak kamu main bertiga, melayani dua tamu sekaligus, uangnya gede lho” jelasnya langsung membuat aku muak mendengarnya.

“Om ini aneh aneh saja, melayani dua laki laki sekaligus kan ribet urusannya Om, mana bisa aku memuaskan mereka berdua secara bersamaan, ntar dibilang servisku nggak bagus, lagian orangnya ada kelainan jiwa kali” tanyaku polos sedikit tersinggung, aku memang sering melihat di VCD tentang sex bertiga, tapi itu aku anggap hanya dilakukan hanya di film dan orangnya pasti punya kelainan atau fantasi yang kebablasan.

“Siapa bilang melayani dua laki laki sekaligus, justru kerja kamu lebih ringan karena orangnya ini akan datang dengan istrinya, uangnya lumayan gede lho”

“Ha?? Om ini ada ada saja, mana ada orang ngajak istrinya untuk selingkuh dengan wanita lain, gila kali” jawabku sewot merasa dibodohi Om Lok.

“Kamu mau nggak?, kalo nggak mau Om kasih ke yang lain, kamu primadonaku selalu mendapat prioritas pertama, yang jelas uangnya bisa dobel sementara kerjamu lebih ringan karena ada wanita lain yang meringankan kerjamu” bujuk Om Lok.

Aku diam saja mencoba memahami jalan pikiran Om maupun tamu aneh itu.

“Entahlah Om, aku pikir pikir dulu” jawabku bingung tak bisa mengambil keputusan untuk hal aneh yang tak terduga semacam itu.

“OK, kasih aku jawaban setelah tamu terakhirmu pulang, jangan lewat besok pagi atau anak lain yang mengambil kesempatan ini” ancamnya sebelum keluar kamar. Baca lebih lanjut

Lily Panther (3) – Terjebak Pesona

Hari Minggu seperti biasa adalah hari yang tidak sibuk, tidak banyak tamu yang datang di hari itu, maklum sebagian besar dari mereka lebih banyak dihabiskan bersama keluarga, kecuali mereka yang lagi sedang dinas keluar kota. Hari biasa kuterima rata rata 3-4 tamu tapi kalo di Hari Minggu paling banyak 2 tamu, malah terkadang hanya satu. Selama aku tinggal di hotel tak pernah kulewatkan hari tanpa tamu, tiada hari tanpa tamu. Entah itu karena kepintaran “marketing” Om Lok atau karena kepintaranku melayani tamu, aku tak tahu, tapi sesepi apapun pasti selalu ada laki laki yang memerlukan pelayanan dan kehangatan tubuhku.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 7:38 pagi, aku masih terlelap dalam tidur, kemarin tenagaku habis terkuras dengan banyaknya tamu yang memerlukanku, 5 tamu yang datang secara beruntun sejak pagi, hanya berselang tak lebih dari 45 menit tamu berikutnya sudah nongol di depan pintu kamar, benar benar hari yang melelahkan dan baru tidur hampir pukul 3 dinihari.

Telepon berbunyi, biasanya Om Lok membawakan masakan kesukaanku saat Hari Minggu seperti ini sambil menemaniku ngobrol dengan keluarganya, mungkin karena aku primadona yang menjadi andalan (tepatnya sapi perahan) utama maka dia memperlakukanku dengan agak istimewa. Ternyata kali ini dia tidak datang, malahan berpesan akan ada tamu pagi ini, sekitar jam 9 dia akan datang. Mataku masih berat, tubuhku terasa habis memikul beban berat, capek semua rasanya, tulangku seakan copot. Sebenarnya aku berencana memanggil Massage Service yang ada di hotel pagi itu, tapi keduluan instruksi dari Om Lok, dan seperti biasanya aku tak mungkin menolak. Baca lebih lanjut