Rumah Kontrakan Ardi (3) – Menutupi Selingkuh Dengan Masturbasi

Jam sembilan malam, kembali aku menyusun siasat. Segera aku naik ke atas bubungan atap rumahku untuk melihat gerak-gerik Siska dan Ece Geulis.

Tepat di atas atap rumah Siska, kuperhatikan pasangan pengantin yang baru berusia tiga minggu itu sedang bercumbu dengan mesranya. Tapi lagi-lagi kulihat Pak Anton tak sanggup untuk melayani hasrat istrinya, ia cepat sekali orgasme. Dengan wajah kecewa, Siska terbaring telanjang di samping suaminya.

“Maaf ya, Sis. Aku capek banget hari ini, mana besok aku harus pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Kantorku sedang diaudit kantor pajak, jadi bosku mau aku mengurus hal ini dengan sebaik-baiknya.” kata Anton.

“Iya, nggak apa-apa.” jawab Siska memaklumi. “Oh iya, Mas, ngomong-ngomong si Ardi kapan dipanggil ke kantor kamu?” tanyanya.

“Tadi siang sih CV dia sudah aku serahkan ke bos, mungkin minggu depan dia dipanggil sama bos. Memangnya kenapa, Sis?” tanya Anton.

“Nggak apa-apa, siap-siap aja kalau ditanya sama dia.” jawab Siska.

Di atas atap, aku tertawa geli. Sepertinya Siska kebingungan karena aku tidak jawab sms darinya, mungkin dia pikir tadi siang aku sudah mulai kerja. Hehe, kangen nih ye sama kontolku. Ternyata rencanaku untuk membuat dia penasaran berhasil hari ini.

Akupun beranjak menuju atas rumah Ece Geulis, dan disitu kuperhatikan Ece Geulis sedang tertidur pulas dengan hanya menggunakan kaos dalaman yang tipis dan berenda pada bagian dadanya. Kulihat dia hanya menggunakan CD saja, tapi tidak mengenakan bra, sexy sekali dia. Di sampingnya, anaknya juga sedang tertidur pulas. Malam ini suaminya tidak pulang.

Akupun turun dari atas atap rumah dan segera tidur.

Kira-kita jam sebelas malam kembali kudapatkan sms dari Siska. “Ardi, kamu kemana aja, kok sms dari aku gak dibalas? Kamu marah sama aku ya?”

Aku menahan diri untuk tidak menjawabnya, dan kembali melanjutkan tidurku.

Pagi-pagi sekali aku segera bangun, hari ini aku punya rencana seharian untuk pergi ke Glodok membeli camera pengintai, karena pikirku akan sangat berbahaya kalau aku terus-terusan naik ke atap rumahku. Segera kutuntun Honda CBR-ku menjauh dari kontrakan agar suaranya tidak terdengar. Seharian kuhabiskan waktuku untuk mencari camera pengintai terbaik, setelah kudapatkan, akupun pergi ke toko obat Chinese untuk mencari ramuan obat untuk memelihara staminaku. Jam 18.30, aku pun kembali ke kontrakanku.

Setelah selesai mandi dan makan, aku mulai menjalankan rencanaku untuk memasang camera pengintai di atas rumah Siska dan Ece Geulis. Lumayan lama juga aku memasangnya karena harus berhati-hati dan ada beberapa tempat yang kupasang seperti kamar utama, kamar mandi dan ruang tamu, baik rumah Siska maupun rumah Ece Geulis. Semuanya kubuat rapi agar tidak sampai ketahuan.

Kira-kira jam sembilan malam pekerjaanku selesai, dan saatnya menyaksikan gerak-gerik mereka pada komputerku. Malam ini aku senang sekali karena kwalitas gambar yang kudapatkan sungguh jernih serta kameraku dapat kugerakkan untuk mengambil posisi yang kuinginkan. Dan yang membuatku lebih senang lagi adalah malam itu aku dapat menyaksikan adegan percintaan mereka dengan santai di rumahku. Sekarang ini aku tengah melihat Ece Geulis sedang digumuli oleh suaminya. Tapi sama saja dengan Siska, biarpun suami Ece Geulis punya stamina lebih baik, tetap saja kulihat wajah Ece Geulis tak dapat menyembunyikan kalau dia kurang berhasrat.

Yang lebih parah lagi Siska, malam ini ia tidak disetubuhi oleh suaminya, karena kudengar suasana hati suaminya sedang tidak baik. Hari ini laki-laki itu ditegur oleh bosnya sebab ada kesalahan. Kulihat wajah Siska kelihatan sedih dan kecewa. Suaminya kulihat tertidur pulas, sedang Siska kuperhatikan kelihatan gelisah. Kira-kira jam 22.30, kuliat Siska mengambil handphonenya. Aku menebak sebentar lagi pasti aku mendapat kiriman sms. Dan benar saja, dia mengirimiku sms.

“Ardi, kamu menjauhiku ya? Katanya kamu sayang sama aku, tapi kok tidak pernah membalas smsku?”

Aku tidak membalasnya.

“Kalau kamu tidak mau jawab, ya sudah, kita nggak usah ketemuan lagi seterusnya.” lanjutnya mengancam.

Sengaja aku tidak menjawabnya selama lima menit, baru kemudian kubalas. “Sorry, Sis. Aku bukannya tidak mau menjawab, tapi aku nggak tahu kalau kamu sms. Battere handphoneku rusak dan seharian ini aku ke Roxy untuk cari battere, tapi agak sulit karena model tersebut sudah tidak keluar. Tapi aku akhirnya dapat juga biarpun mahal. Maaf ya, Sis. Emang ada apa?” jelasku. Hehe, ngambek nih ye. Mana bisa aku gak ketemu lagi sama kamu, Sis. Aku kan belum puas sama tubuhmu, pikirku.

“Oh gitu, sorry ya. Kupikir kamu menjauhi aku setelah kejadian kemarin malam.” jawab Siska.

“Aku nggak mungkin menjauhimu, Sayang… karena aku masih belum puas sama kamu, tubuhmu kan belum ku-explorasi, hehe.” candaku.

“Dasar… memangnya aku tambang minyak? Huh!” balas Siska.

“Bukan tambang minyak, tapi tambang nikmat. Sudah siap ku-explorasi? Hehe.” candaku lagi.

“Tambang nikmatku sudah siap di-explorasi dari kemarin, penambangnya aja sombong gak mau jawab undanganku.” balas Siska. “Nanti aku cari penambang yang lain loh!” sambungnya.

“Mana ada penambang yang ahli seperti aku, Sis? Kalau kamu cari penambang lain, aku batalkan kontrak kerja sama kita loh, hehe.” balasku.

“Waduh, jangan donk, Ar. Soalnya susah cari penambang yang punya peralatan besar seperti punyamu, hihi.” jawab Siska.

“Jadi kapan nih mau di-explorasi?” tanyaku.

“Malam ini bisa! Aku ke tempatmu ya?” tanya Siska.

“Oke, tapi kurang seru kalau di rumahku. Aku ada ide seru nih, gimana kalau di rumahmu aja?” ajakku.

“Gila!! Nekat kamu, Ar! Kamu mau kita ketahuan! Gak ah!” balas Siska.

“Justru itu yang bikin seru, orgasmenya pasti lebih pol deh, hehe. Aku kesana ya?” jawabku.

“Jangan, Ar, aku nggak mau.” balas Siska.

Aku tak membalas smsnya. Kuperhatikan dari layar monitor, dia nampak gelisah sekali, dan segera beranjak keluar dari kamarnya.

“Mau kemana, Mah?” tanya Anton setengah terlelap.

“Aku mau minum, Pah, haus sekali. Udah, papa tidur aja.” jawab Siska.

“Ehmm, iya.” balas Anton sambil melanjutkan tidurnya.

Akupun segera keluar dari rumahku dan menuju pintu rumah Siska. Kulihat di jendela wajahnya mengintip dari balik kain korden, tangannya melambai menyuruhku untuk pergi, tapi aku tetap berkeras ingin masuk, hingga akhirnya Siska terpaksa membuka pintunya.

“Gila kamu, Ar. Nanti kalau ketauan gimana?” kata Siska berbisik.

“Justru kita harus ahli dalam hal ini, mau terima tantanganku gak?” balasku berbisik.

“Ehm, tapi…” jawab Siska ragu.

“Udah, nggak usah kelamaan, yuk kita ke kamar mandimu.” ajakku sambil merangkulnya.

“Oke deh, tapi kita jangan sampai ketahuan ya…” jawab Siska.

“Pastilah.” aku mengangguk mengiyakan.

Kamipun beranjak menuju kamar mandinya, untung kamar mandi itu cukup luas untuk kami berdua. Segera kubuka baju Siska dengan penuh nafsu, payudaranya yang bulat ranum langsung keluar karena dia sudah tidak memakai bra dan celana dalam, sejurus kuperhatikan tubuhnya.

”Kamu sexy dan menantang sekali, Sis. Sudah siap ku-explorasi?” tanyaku sambil memijit tonjolan putingnya.

“Ayo cepat, Ar. Jangan berlama-lama, nanti kalau suamiku bangun gimana?” Siska membantuku membuka pakaianku, dan tanganku mulai meremas-remas payudaranya. Kamipun berpagutan mesra.

“Duh, aku kangen sama susumu, Sis. Sudah dua hari aku nggak netek.” kataku sambil mendekatkan bibir untuk menghisap susunya yang montok.

“Auw, pelan-pelan, Ar… jangan nafsu begitu donk. Aku juga kangen sama batangmu, boleh kuciumi?” balas Siska sembari berjongkok di depanku dan mulai mengelus-elus lalu menjilati batang kontolku.

“Ehm… akan kubuat kau keenakan, Ar! Rasakan…” kata Siska sangat bernafsu sambil menjilati kepala kontolku.

“Ooh… Sis, kamu makin ahli aja. Terus, Sis, lidahmu enak sekali.” seruku sambil tanganku kembali memainkan pentilnya.

Saat dia tengah asyik bermain dengan kontolku, tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya dibuka dan ada suara langkah kaki mendekat. “Sis, kamu sedang di kamar mandi?” tanya Anton dari luar.

“I-iya, Pah. Perutku mules nih, gak tau kenapa, mungkin salah makan.” jawab Siska berbohong.

“Oh gitu, aku pikir kamu kemana. Tapi kamu nggak apa-apa kan?” tanya Anton lagi.

“Aku nggak apa-apa kok, Pah. Papa tidur aja lagi, nggak usah kuatir.” jawab Siska.

“Oke deh,” jawab Anton kemudian. Terdengar langkah kakinya menjauh, dan pintu kamar yang ditutup kembali. Kamipun bernapas lega.

“Tuh, kataku apa! Bisa bahaya tau!” sahut Siska berbisik.

“Ah, cuma gitu aja, nggak apa-apa. Tapi seru kan? Hehe, ayo lanjutkan dong!” balasku.

Kembali Siska melanjutkan mengoral kontolku, biasanya dia betah melakukannya, tapi karena saat ini khawatir suaminya curiga, dia segera minta untuk kusetubuhi. Kuminta Siska untuk duduk di bak mandi sambil melebarkan kedua kakinya. Akupun langsung memasukkan kontolku ke dalam memeknya dan pelan tapi pasti mulai kugenjot tubuh montoknya. Mata Siska terpejam-pejam menikmati setiap sodokan dari kontolku dan dari bibirnya keluar suara mendesis pelan.

Hampir sepuluh menit aku menggenjotnya dan mulai ada tanda-tanda dari Siska kalau dia mau orgasme. Tapi saat aku lagi asyik berkonsentrasi, tiba-tiba kembali terdengar suara pintu kamar yang dibuka dan suara kaki Anton yang berjalan mendekat.

“Masih belum selesai, Sis? Kok lama amat?” tanya Anton curiga.

“I-iiya nih, Pah, susah keluarnya, mules banget perutku. Udah, papa tidur aja sana.” jawab Siska cepat.

Sementara dia berbicara, terus saja kugenjot tubuh mulusnya. Tangan Siska mencengkram lenganku, meminta untuk berhenti. Tapi tak kulakukan, malah makin kugenjot tubuh sintalnya.

“Uuuh… perutku cuma mules tapi belum mau keluar. Sssh… udah, Papa sana gih tidur, mungkin aku akan minum pencahar saja biar mudah buang airnya… uuhh!” jawab Siska sambil menahan nikmat dari gesekan batang kontolku di liang vaginanya. Anton tidak tahu kalau di dalam, istrinya sedang mengejang nikmat karena akan orgasme akibat tusukan kontolku.

“Ughhh… a-aku mau keluar!” rintih Siska lupa mengontrol dirinya.

“Kamu tuh sedang apa sih, buang air atau sedang apa?” tanya Anton heran.

“Aku lagi buang air, Pah. Akhirnya keluar juga… lega dan enak rasanya. Pantesan aja susah, itunya besar sih.” kata Siska berdalih.

“Ih, jorok ah… mending aku tidur aja daripada nungguin kamu”. sahut Anton sambil berjalan menjauh.

“Lagian sudah dibilang tidur aja, nggak mau. Syukurin, hihi.” kata Siska. Ia segera berpura-pura mengambil air seolah-olah ingin menyiram kotorannya.

Sementara dari depan, aku terus menggenjot tubuh mulusnya. Keadaan tadi semakin membuatku bernafsu. Setelah hampir sepuluh menit, akhirnya aku meledak. Segera kutarik kontolku dan kuarahkan ke mulut Siska, kupaksa dia untuk menelan spermaku. Awalnya dia tidak mau, tapi terus kupaksa. Kubuka mulutnya agar mengulum kontolku, dan akhirnya saat orgasme, muncratlah spermaku ke dalam mulutnya.

“Telan pejuku, Sis. Aaaaah…” rintihku.

Siska pun dengan terpaksa menelannya dan menjilati sisanya yang menempel di batang kontolku. “Ih, kamu nakalin aku ya, jahat!” manja Siska sambil terus menjilat kontolku hingga kembali bersih dan licin.

Kamipun berciuman dan berpelukan mesra.

“Kamu hebat, Sayang.” kataku.

“Kamu juga hebat, Ar, sudah berhasil menyetubuhi aku di depan suamiku. Nakal sekali kamu!” ia mencubit puting susuku.

“Tapi tadi kamu menikmatinya kan, Sayang?” tanyaku.

“Aku sangat menikmati, Ar. Campur aduk sekali perasaanku tadi waktu hampir orgasme suamiku datang, hebat kamu membuatku seperti ini.” katanya.

“Sudah puas?” tanyaku lagi.

“Sebenarnya mau lagi, tapi nanti bisa bahaya. Sebaiknya kamu segera pulang, Ar.”

Kami pun dengan hati-hati keluar dari kamar mandi dan Siska mengantarku hingga ke depan pintu rumahnya. Sebelum berpisah kucium lembut bibirnya yang basah. “Met jumpa lagi, Sayang. Tidur nyenyak ya,” bisikku mesra.

Siska melepas kepergianku dari balik korden.

Sesampainya di rumah, aku masih menyaksikan Siska dan suaminya bercakap-cakap. “Sudah enakan, Mah?” tanya Anton tanpa curiga.

“Sudah, Pah, sudah lega.” jawab Siska.

“Sebenarnya tadi kamu buang air atau lagi apa sih?” tanya Anton menyelidik.

“Sebenernya aku… emm, aku… tapi papa jangan marah ya… janji ya?” kata Siska.

“Iya, kamu lagi apa sih?” tanya Anton lagi.

“Aku tadi sedang melakukan itu, Pah…” jawab Siska pelan.

“Itu apa, Sis?” tanya Anton penasaran.

“Ini juga gara-gara Papa sih…” rengek Siska.

“Kok gara-gara aku?” tanya Anton bingung.

“Iya, Papa nggak sentuh-sentuh aku, padahal aku tadi lagi kepingin banget. Tapi lihat Papa kecapekan gitu, aku jadi gak tega untuk meminta. Ya sudah, terpaksa aku melakukan itu.” kata Siska.

“Oh, kamu masturbasi?” tebak Anton.

“Hihi… iya, Pah. Tadi waktu aku teriak mau keluar itu, yang kumaksud bukan kotoranku. tapi aku sedang orgasme hebat. Papah ganggu aku aja tadi!” kata Siska.

“Kamu sudah biasa berbuat itu ya?” tanya Anton.

“Nggak, Pah, cuma sesekali aja, kalau pas lagi pengen banget.” jawab Siska.

“Darimana kamu tahu caranya?”

“Aku baca di majalah kesehatan wanita. Aku kan harus menemukan solusi untuk masalah kita ini. Emang kenapa, Papah nggak suka ya?” tanya Siska.

“Bukan begitu, aku nggak apa-apa kok. Yang aku bingung, kalau kamu masturbasi, kamu bayangin siapa, Sis? Aku?” tanya Anton menyelidik.

“Nggak mau! Abisnya Papah jahat nggak mau sentuh-sentuh aku.” balas Siska.

“Lalu siapa donk kalau bukan aku?” tanya Anton.

”Papah beneran pengen tahu?”

Anton mengangguk. ”Katakan, Sis. Aku nggak akan marah kok. Ini kan kesalahanku juga.”

“Emm… aku… aku… b-bayangin… Ardi, Pah.” jawab Siska jengah.

”Kenapa Ardi?” tanya Anton, masih kelihatan tenang.

”Habisnya dia ganteng sih, hihi.” jawab Siska spontan.

“Aku nggak ganteng ya?” tanya Anton agak sedikit marah.

“Cemburu nih ye?” Siska tertawa.

”Aku serius, Sis.” Anton merajuk.

”Iya, iya. Aku bohong kok. Ya pasti bayangin Papah lah, masa sama Ardi.” jawab Siska menenangkan.

“Dasar nakal kamu ya!” kata Anton sambil tangannya meggelitik tubuh Siska. Merekapun tertawa bersama-sama.

Tengah malam, aku dapat sms lagi darinya. “Ar, gawat lho tadi, hampir aja kita ketauan, untung aku bisa menjawab semua pertanyaan suamiku. Kamu sih nakal banget pake acara ngentotin aku di depan suamiku. Tapi btw, seru juga sih. Kamu hebat ya, kutunggu aksimu selanjutnya. Oh iya, cicilan pertama sudah lunas ya, aku sudah terima pembayarannya. Terima kasih ya, Ar…”

Sengaja aku tidak membalasnya.

Sms yang kedua menyusul tak lama kemudian. “Oh iya, besok kan hari minggu, mas Anton kan libur, lebih baik kita jangan ketemuan dulu deh, aku khawatir akan ketahuan. Ok? See u next week,”

Di kamarku aku berkata, ”Asyik juga nih cewek, sudah cantik, sexy, pintar lagi. Jadi tambah sayang gue sama dia. Tunggu petualangan dariku selanjutnya, Sis. Kamu pasti tambah nggak bisa lupain aku.”

Tinggalkan komentar